NEW DAY
Jumat, 10 November 2017
Perilaku Etika Dalam Bisnis
Etika bisnis
Pada kesempatan kali ini, pembahasan kita adalah tentang etika dalam berbisnis, Etika berasal dari bahasa Yunani kuno "ethos" (jamak: ta etha), yang berarti adat kebiasaan,cara berkipikir, akhlak, sikap, watak, cara bertindak. Kemudian diturunkan kata ethics(Inggris), etika (indonesia). Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988, menjelaskan etika dengan membedakan tiga arti, yakni: Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, kumpulan azas atau nilai, dan nilai mengenai benar dan salah. Dengan pembedaan tiga definsi etika tersebut maka kita mendapatkan pemahaman etika yang lebih lengkap mengenai apa itu etika, sekaligus kita lebih mampu memahami pengertian etika yang sering sekali munculdalam pembicaraan sehari-hari, baik secara lisan maupun tertulis.
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
A. Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan, bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis. Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah.
1. Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. Penjelasan diatas sering digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Hal positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah hal negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
2. Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka akan baik. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
3. Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
4. Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
B. Kesaling Tergantungan Antara Bisnis Dan Masyarakat
Alam telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak, masih setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina, melainkan ketergantungan yang terus diusung.
Kesaling tergantungan bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada dirinya sendiri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dsb.
Wajah Indonesia yang semerawut belakangan ini adalah karena terlalu memuncaknya relasi manusia atas manusia lain. Negara telah dikuasai oleh jenis manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.
Di abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan lebih menarik dan lebih menantang.
Perbudakan adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab. Perbudakan dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara yang zalim.
Apalagi di Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena kesadaran melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi merupakan alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan tersebut. Lembaga keagamaan dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa manusia.Dalam keadaan collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara luar. Kucuran dana negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang gratis. No free lunch. Dana dan pinjaman mereka seraya mendesakkan kepentingan dan agenda mereka, tidak bisa dipungkiri..
Pola relasi negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita harus memiliki keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara kita sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita harus memiliki nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak kemerdekaan yang telah susah payah diraih oleh keringat rakyat. Hubungan luar negeri kita harus berubah dari ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai bangsa-bangsa yang sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum cukup, namun saat ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk hidup bebas.
Setiap orang dalam warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki kebutuhan individu. Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan seluruh orang yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu mencukup kebutuhannya sendiri tanpa semangat gotong-royong, kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.
C.Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Kepedulian pelaku bisnis terhadapt etika memang sangat berpengaruh besar padaa usaha yang dia jalankan. Sebagai contoh juika suatu pelaku bisnis sudah bermain-main dengan korupsi makan akan menimbulkan citra buruk bagi ushanya tersebut. Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Tetapi ini semua adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis dan para elit politik. Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi “emosional” saja dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah.
Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak “mengenal” sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut. Namun, karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya. Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah.
Pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan.
Etika Iebih condong ke arah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik. Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals (BP-7, 1993: Poespoprodjo, 1986). Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk, atau dengan kata lain moralitas merupakan pedoman/standar yang dimiliki oleh individu atau kelompok mengenai benar atau salah dan baik atau buruk
Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Contoh Kasus Sebagai Pelaku Bisnis. Pada tahun 1990 an, kasus yang masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat bagus dan pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan saat itulah Enron sukses memasok energi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring dengan booming indutri energi, akhirnya memposisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron kemudian kolaps pada tahun 2001.
D. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis:
1. Situasi Dahulu. Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an. Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an. Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an. Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an. Tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
E. Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai Negara super power dan juga kiblat ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi seakan menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku bisnis dunia tentang praktik Good Corporate Governance di Amerika Serikat.
Banyak perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang diketahui melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset), disamping melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah satu perusahaan terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut setelah melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan masih banyak lagi.
Dalam tugas ini saya akan membahas mengenai kehancuran ENRON yang terjadi di Negara Amerika Serikat. Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.
Enron adalah suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS yang jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
Berikut adalah informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron:
Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada public.
Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan. Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan, Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen, Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah mempertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama.
Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan).Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada nilainya.
KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika.Tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningakat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.
Tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron. Tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi.
Dari kasus ENRON diatas mengajarkan kita pentingnya suatu etika dalam bisnis.Krena beretika saja tidak cukup tetapi harus diseimbangi dengan moral dan mengerti hukum yang berlaku. Suatu pemimpin yang baik adalah yang dapat mensejahterakan karyawannya. begitu pula sebaliknya karyawan yang baik adalah karyawan yang mampu membantu perusahaannya berjalan baik dengan meningkatkan laba terserbut demi kesejahteraan bersama.
Sumber :
http://dion.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.6
https://pringganugraha.wordpress.com/2015/10/24/perilaku-etika-dalam-bisnis/
http://ebook.repo.mercubuana-yogya.ac.id/Kuliah/materi_20141_doc/5_Etika%20Bisnis.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis
https://www.jurnal.id/id/blog/2017/pengertian-tujuan-dan-contoh-etika-bisnis-dalam-perusahaan
Sabtu, 07 Oktober 2017
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT.KAI tahun 2005
Pembahasan kali ini saya akan bahas kasus etika profesi akuntansi yang menimpa PT.KAI tahun 2005 yang memanipulasi laporan keungannya berikut adalah latar belakangnya
KASUS
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun
3.Bantuan pemerintah disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan PT KAI dikaitkan dengan undang-undang pasar modal Pasal 90 UU Pasar Modal. Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung:
1) menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan
sarana dan atau cara apapun;
2) turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
3) membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan
fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang
terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.
KESIMPULAN
Maka dari itu, berdasarkan kasus yang terjadi didalam PT. KAI dapat disimpulkan bahwa Laporan Keuangan PT KAI telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan laporan keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi yang menurut saya, akuntan internal di PT. KAI belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Kedelapan prinsip akuntan tersebut yaitu:
1. Tanggung jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2. Kepentingan Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3. Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
4. Objektifitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5. Kompetensi dan kehati-hatian professional, akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun laporan keuangan mengalami keuntungan.
6. Kerahasiaan, akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja.
7. Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
8. Standar teknis, akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
SOLUSI
Menteri Keuangan terhitung sejak tanggal 6 juli 2007, membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Salam Mannan, yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan Publik (KAP) S. Mannan, Sofwan, Adnan dan Rekan.Pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500\/KM.1\/2007.
Menurut Kepala Biro Humas Depkeu Samsuar Said dalam siaran persnya, Senin (6\/8\/2007), sanksi pembekuan izin diberikan karena AP tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Kode Etik dalam kasus audit umum atas laporan keuangan PT Kereta Api (Persero) Tahun 2005. Selama izinnya dibekukan, AP tersebut dilarang memberikan jasa atestesi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus.
Yang bersangkutan juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KAP namun tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423\/KMK.06\/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menkeu Nomor 359\/KMK.06\/2003.
http://news.liputan6.com/read/127525/audit-laporan-keuangan-pt-kai-masih-diperdebatkan
http://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/regulasi/undang-undang/Documents/Pages/undang-undang-nomor-8-tahun-1995-tentang-pasar-modal/UU%20Nomor%208%20Tahun%201995%20(official).pdf
http://rocketmanajemen.com/etika-profesi-akuntansi/
Maka dari itu, berdasarkan kasus yang terjadi didalam PT. KAI dapat disimpulkan bahwa Laporan Keuangan PT KAI telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan laporan keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi yang menurut saya, akuntan internal di PT. KAI belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Kedelapan prinsip akuntan tersebut yaitu:
1. Tanggung jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2. Kepentingan Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3. Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
4. Objektifitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5. Kompetensi dan kehati-hatian professional, akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun laporan keuangan mengalami keuntungan.
6. Kerahasiaan, akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja.
7. Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
8. Standar teknis, akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
SOLUSI
- Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena seharusnya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris, sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
- Managemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure. Full disclosure atau pengungkapan penuh atau pengungkapan data perusahaan secara lengkap dan menyeluruh menyangkut data keuangan, pengurus dan sebagainya dengan tujuan agar diketahui secara luas oleh masyarakat umum; tindakan ini diperlukan sebagai upaya memberikan informasi kepada masyarakat untuk menilai sekuritas yang diterbitkan dan dijual oleh perusahaan yang bersangkutan.
- Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap individu dalam organisasi.
Dan solusi akhir dari kasus ini adalah
Menteri Keuangan terhitung sejak tanggal 6 juli 2007, membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Salam Mannan, yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan Publik (KAP) S. Mannan, Sofwan, Adnan dan Rekan.Pembekuan izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500\/KM.1\/2007.
Menurut Kepala Biro Humas Depkeu Samsuar Said dalam siaran persnya, Senin (6\/8\/2007), sanksi pembekuan izin diberikan karena AP tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan Kode Etik dalam kasus audit umum atas laporan keuangan PT Kereta Api (Persero) Tahun 2005. Selama izinnya dibekukan, AP tersebut dilarang memberikan jasa atestesi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus.
Yang bersangkutan juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KAP namun tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423\/KMK.06\/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menkeu Nomor 359\/KMK.06\/2003.
daftar pustaka :
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/813631/menkeu-bekukan-izin-akuntan-publik-salam-manan
http://news.liputan6.com/read/127525/audit-laporan-keuangan-pt-kai-masih-diperdebatkan
http://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/regulasi/undang-undang/Documents/Pages/undang-undang-nomor-8-tahun-1995-tentang-pasar-modal/UU%20Nomor%208%20Tahun%201995%20(official).pdf
http://rocketmanajemen.com/etika-profesi-akuntansi/
Minggu, 22 Januari 2017
THE DIFFERENCES BETWEEN TOEFL, TOEIC, IELTS, and TEFL
Hello guys, How are you ?? I know its been a month that I haven’t posted any articles. As usual, I have another assignment from my lecture to post about the differences between TOEFL, TOEIC, TEFL, and the last but not least is IELTS. I bet that you’ve heard those before, however, do you know the differences between it? Well, lemme explain it to you.
1. TOEFL
Test of English as a Foreign Language (TOEFL, /ˈtoʊfəl/, toh-fəl) is a standardized test to measure the English language ability of non-native speakers wishing to enroll in English-speaking universities. The test is accepted by many English-speaking academic and professional institutions. TOEFL is one of the two major English-language tests in the world, the other being the IELTS.
TOEFL is a trademark of the Educational Testing Service (ETS), a private non-profit organization, which designs and administers the tests. ETS issues official score reports, sent independently to institutions, for two years following the test.
1.1. TOEFL IBT® Test Scores
Your scores are based on your performance on the question test. You must answer at least one question each in the Reading and Listening sections, write at least one essay, and complete at least one Speaking task to receive an official score. For the TOEFL IBT test, administered via the internet, you will receive for scaled section scores and a total score :
· Reading Section (Score of : 0 – 30)
· Listening Section (Score of : 0 – 30)
· Speaking Section (Score of : 0 – 30)
· Writing Section (Score of : 0 – 30)
· Total Score ( 1 – 120)
In addition to your scores, your test taker score report also includes performance feedback that is a reflection of your performance level and a description of the kinds of tasks that test takers within the reported score range can typically do.
There is no passing or failing TOEFL® score; individual higher education institutions and agencies set their own score requirements. TOEFL scores are valid for two years after the test date and there is no limit to the number of times you can take the test, but you cannot take it more than once in a 12-day period. If you already have a test appointment, you cannot register for another test within 12 days of your existing appointment.
2. TOEIC
The TOEIC is an acronym for the Test of English for International Communication. As quoted from the TOEIC website: “The TOEIC is an English language test designed specifically to measure the everyday English skills of people working in an international environment.” The point system ranges from 10 to 990 points and the test itself is two hours in length, multiple choice, testing listening comprehension and reading comprehension.
The TOEIC gives certificates to those who take the test, with different colors differentiating the range of advanced skills. In 2006 a new TOEIC was released with longer reading passages and also British, Australian and New Zealand English-speakers, whereas the previous test only featured American speakers.
2.1. TOEIC SCORES
2.1.2. TOEIC Listening & Reading Test
The TOEIC Listening & Reading Test is a two-hour multiple-choice test consisting of 200 questions evenly divided into listening comprehension and reading comprehension. Each candidate receives independent scores for listening and reading comprehension on a scale from 5 to 495 points. The total score adds up to a scale from 10 to 990 points. The TOEIC certificate exists in five colors, corresponding to achieved results:
orange (10–219)
brown (220–469)
green (470–729)
blue (730–859)
gold (860–990)
2.1.3.TOEIC Speaking & Writing Test
The TOEIC Speaking & Writing Test was introduced in 2006. Test takers receive separate scores for each of the two tests, or can take the Speaking test without taking the Writing test. The Speaking test assesses pronunciation, vocabulary, grammar, and fluency, while the Writing test examines vocabulary, grammar, and overall coherence and organization. The tests are designed to reflect actual English usage in the workplace, though they do not require any knowledge of specialized business terms. The TOEIC Speaking Test takes approximately 20 minutes to complete; the TOEIC writing test lasts approximately 60 minutes. Each test has a score range between 0-200, with test takers grouped into eight proficiency levels.
3. TEFL
“TEFL” is the acronym for Teaching English as a Foreign Language, or simply, English language instruction for non-native speakers. Also known as Teaching English to Speakers of Other Languages (TESOL), English Language Teaching (ELT), and teaching ESL (English as a Second Language). The field of TEFL/TESOL represents one of the fastest growing educational fields in the world. The field presents thousands of excellent professional opportunities for teaching English abroad in all corners of the globe to native and fluent English speakers who earn their TEFL/TESOL certification.
In practical terms, when these terms are applied to the field of teaching English abroad, there is little or no difference between “TEFL” and “TESOL.” They are both acronyms that essentially mean the same thing: teaching the English language to non-native speakers. Likewise, in the vast majority cases, when it comes to teaching English abroad, a “TEFL certification” and a “TESOL certification” are the same and the terms are interchangeable.
On a more technical level, TESOL (Teachers of English to Speakers of Other Languages) is the term applied to the teaching of English to non-native speakers in native English speaking countries, so those who will earn degrees and work domestically in the field in the UK, Canada, Australia, Ireland, New Zealand, and South Africa and US will typically use the term “TESOL.”
TEFL or TESOL Certification and requirements for getting a job teaching English abroad
To Teach English as a Foreign Language in a foreign country (non-native English speaking country), a TEFL Certification is typically required as schools and language institutes want to hire teachers who have received proper training. You don't need to possess a degree in education, prior teaching experience, or even a college degree to get paid to teach English abroad. Private language schools abroad want to hire people who have received a certain degree of professional level training. Internationally recognized standards hold that professional-level TEFL certification must meet certain standards established by leading bodies in the field.
These standards include:
At least 100 hours of coursework;
At least 6-20 hours of practicum (live practice teaching and observation with actual non-native English speaker and NOT role-playing with fellow TEFL classmates);
An accredited curriculum from a recognized, independent organization within the field;
Instruction provided by a qualified instructor (who has an equivalent to a Master Degree in TESOL or related field);
It is also recommended that you take your TEFL certification course from an organization that provides comprehensive job search guidance.
4. IELTS Otherwise known as the International English Language Testing System, the IELTS is administered by the University of Cambridge ESOL Examinations, the British Council & IDP Education. There are two primary versions of the IELTS: the academic version & the general training version. Basically, the academic version is meant for students who want to enroll in universities and other higher education institutions, as well as for medical professions, such as doctors or nurses who need to work or study in an English-speaking country. The general training version is meant for those looking to gain work experience or for purely immigration purposes.
Similar to the TOEFL, an IELTS score is valid for two years. While both the academic version and the general version differ in terms of content, their structure is the same, dividing the test into three parts: Listening (40 minutes), Reading (60 minutes) and Writing (60 minutes). A brand is given along with a score, ranging form the high score of an “Expert User” to the lowest score of the “Non User.” The top three countries the test is administered in are China, India and Pakistan.
4.1.IELTS SCORES
The Test Report Form provides your Overall Band Score and band scores for each of the four components: Listening, Reading, Writing and Speaking.
Overall Band Score
The Overall Band Score is the average of the four component scores, rounded to the nearest whole or half band. The component scores are weighted equally.
Some examples:
Some examples:
Listening
|
Reading
|
Writing
|
Speaking
|
Average of four components
(total of the four individual component scores divided by four) |
Band score
| |
Test taker A
|
6.5
|
6.5
|
5
|
7
|
6.25
|
6.5
|
Test taker B
|
4.0
|
3.5
|
4.0
|
4.0
|
3.875
|
4.0
|
Test taker C
|
6.5
|
6.5
|
5.5
|
6.0
|
6.125
|
6.0
|
If the average of the four components ends in .25, the Overall Band Score is rounded up to the next half band, and if it ends in .75, the Overall Band Score is rounded up to the next whole band.
Component Band Scores
Listening
The IELTS Listening test contains 40 questions. Each correct answer is awarded one mark. Scores out of 40 are converted to the IELTS nine-band scale. Scores are reported in whole and half bands.
Reading
The IELTS Reading test contains 40 questions. Each correct answer is awarded one mark. Scores out of 40 are converted to the IELTS nine-band scale. Scores are reported in whole and half bands.
The Academic and General Training Reading tests are graded on the same scale. The distinction between the two tests is one of genre or text type. However, Academic Reading tests may contain texts which feature more difficult vocabulary or greater complexity of style. It is usual that a greater number of questions must be answered correctly on a General Training Reading test to secure a given band score.
The tables below indicate the average number of marks required to achieve a particular band score in
Listening, Academic Reading and General Training Reading.
Listening
|
Academic Reading
|
General Training Reading
| |||||
Band score
|
Raw score out of 40
|
Band score
|
Raw score out of 40
|
Band score
|
Raw score out of 40
| ||
5
|
16
|
5
|
15
|
4
|
15
| ||
6
|
23
|
6
|
23
|
5
|
23
| ||
7
|
30
|
7
|
30
|
6
|
30
| ||
8
|
35
|
8
|
35
|
7
|
34
|
Writing
Examiners use assessment criteria to award a band score for each of the four criteria:
Task Achievement (for Task 1), Task Response (for Task 2)
Coherence and Cohesion
Lexical Resource
Grammatical Range and Accuracy
The criteria are weighted equally and the score on the task is the average.
Speaking
Examiners use assessment criteria to award a band score for each of the four criteria:
- Fluency and Coherence
- Lexical Resource
- Grammatical Range and Accuracy
- Pronunciation
RESOURCE :
Rabu, 30 November 2016
HOW TO BE A GOOD LEADER IN MEETING
HOW TO BECOME A MASTERFUL MEETING LEADER
Because so many meetings are disasters (or at best a waste of time), managers who can "do a good meeting" are both appreciated and respected. To become a Meeting Master, you must do four things well:
- Get Organized
- Use Time Wisely
- Move from Discussion to Action
- Lead Different Meetings Differently
For some help, check out the suggestions below.
1. Getting Organized
If you're the leader, you should never try to "wing it" in a meeting. Even a freewheeling brainstorming session requires some advance planning. So before your meeting, answer these questions:
If you're the leader, you should never try to "wing it" in a meeting. Even a freewheeling brainstorming session requires some advance planning. So before your meeting, answer these questions:
- Do we really need a meeting?
Meetings use up a lot of person-hours, so be sure you really need to make that investment. Could you use email, phone calls, or one-on-one discussions instead? If so, then don't waste everyone's time. - Who needs to be there?
Include all necessary people - but only necessary people. Have a specific reason for inviting each person to attend. If some only need to contribute limited information, don't make them stay for the whole meeting - just the part that relates to them. - What should be the outcome?
Determine the desired result of the meeting. Tell participants in advance (or at the beginning of the meeting) what "product" is expected from the discussion. - What type of meeting is it?
Tailor the format of the meeting to your goal. Below you will find specific suggestions for three types of meetings: Decision-Making Meetings, Information-Sharing Meetings, and Idea-Generating Meetings. - What's the "road map"?
Develop a plan and agenda. The plan identifies goals and desired outcomes and determines how you will structure the time. The agenda lists topics to be covered and the order in which they will be discussed. One useful way to write your agenda is to identify the desired result for each topic - for example, instead of just writing "Budget Discussion" put "Budget Discussion: Identify areas where budget can be cut". - How should people prepare?
Give everyone the agenda ahead of time. If this is a one-topic meeting which doesn't need a printed agenda, give participants the subject in advance. Review relevant materials before the meeting to prepare yourself for the discussion. Unprepared leaders drive everyone crazy.
2. Using Time Wisely
Here's how to make the most productive use of your meeting time:
Here's how to make the most productive use of your meeting time:
- Distribute the agenda and important information before the meeting.
- Start on time. Waiting for stragglers punishes those who got there on schedule.
- Discuss the most important items first. Resist the temptation to "get quick items out of the way".
- Turn off cell phones and close laptops.
- Follow the agenda, but deviate from it if important issues arise.
- Keep the discussion focused on one topic at a time.
- Keep moving the discussion towards the goal.
- Create a place - sometimes called a "Parking Lot" to list topics for later discussion.
- For long meetings, plan scheduled breaks to keep people from wandering in and out.
- Arrange a later time to discuss issues that involve only a few members.
- Specify a realistic ending time and stick to it.
3. Moving from Discussion to Action
If your meeting is to accomplish anything, everyone must understand what happens next. This is especially critical in decision-making meetings. Here's how to make something happen:
If your meeting is to accomplish anything, everyone must understand what happens next. This is especially critical in decision-making meetings. Here's how to make something happen:
- Before adjourning, summarize what occurred during the meeting. Review all decisions that were made.
- Create a "Next Steps" list of actions to be taken as a result of the meeting.
- Assign responsibility for each action item.
- Agree on schedules and deadlines where appropriate.
- Set a specific time to assess progress on these action steps.
- If there will be a follow-up meeting, describe what must be done before the group meets again.
4. Lead Different Meetings Differently
Different types of meetings require different ground rules and leadership styles.
Different types of meetings require different ground rules and leadership styles.
What's the Purpose of Your Meeting? | ||
---|---|---|
Information-Sharing | Decision-Making | Idea-Generating |
Goal
For participants to provide useful information to one another about their work. The information is not being used to make a decision.
|
Goal
To make a decision about a problem or issue. The final decision may be a group consensus or may be made by the leader.
|
Goal
To come up with innovative and creative approaches to a situation.
|
Suggestions
|
Suggestions
|
Suggestions
|
Langganan:
Postingan (Atom)